MAKALAH
ILMU JIWA AGAMA
JIWA KEBERAGAMAAN PEDAGANG PASAR
Oleh :
ROZIKAN
NIM :10.61.0018
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS DARUL ULUM ISLAMIC CENTER SUDIRMAN GUPPI
UNDARIS
2012
BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang Masalah
Jiwa keberagamaan dan kejujuran para pedagang muslim di Indonesia dewasa
ini perlu dikaji ulang dan di pertanyakan kembali. Ajaran Al-Qur’an dan Al
Hadist yang merupakan keharusan bagi pemeluknya untuk memahami dan mengamalkannya.
Di dalam mengaplikasikan agama Islam secara benar maka lahirlah suatu tindakan internalisasi
nilai dalam menjalan menjalankan syariat Islam yang dinamakan kejujuran.
Keyakinan inilah pada setiap pedagang pasar sangat berat untuk dilaksanakan dilapangan.
Kehidupan sosiokultural pedagang sangat beragam untuk menghindari tercampurnya
dengan unsur yang lain maka perlu adanya arahan dalam memahami agama Islam
secara benar.
Dari fenomena yang dimaksudkan diatas maka pokok
masalahnya adakah bagaimana pemahaman para pedagang pasar tentang riba dalam
bertransaksi jual beli. Metode yang dipakai dalam penelitian adalah menggunakan
Deskripsi Analisis yaitu meliputi observasi, interview, pengumpulan data,
pengolahan data yaitu dengan klasifikasi dari hasil field reseach.
Zakiah Daradjad dalam buku ilmu
jiwa agama mengatakan bahwa tugas dan bidang penelitian ilmu jiwa agama adalah
mempelajari kesadaran agama pada orang. Metode yang digunakan dalam penelitian
jiwa keberagamaan pedagang pasar ini adalah yakni mempelajari fakta yang berada
dalam lingkungannya, dengan cara yang obyektif. Yakni tidak menentang dan
memihak kepercayaan atau kebiasaan yang kita ukur dengan kebiasaan kita sendiri[1]. Data dianalisis menggunakan metode kualitatif
yaitu dari uraian secara verbal induktif, deduktif dan berpikir ilmiah.
Hasil antara jiwa keberagaman dan kejujuran sangat berjauhan atau tidak
memberikan efektivitas atas mereka dalam berdagang, bahwa permasalahan diatas
tidak dapat dikenal oleh kalangan para pedagang dipasar. Pedagang dihadapkan
pada permasalah ekonomi dan munculnya harus dihadapkan kebutuhan yang setiap
hari dituntut taraf hidup yang tinggi. Kenudian persoalan hidup sekarang yaitu
krisis kepercayaan antara pedagang dan masyarakat. Kurangnya pemahaman dan
pengertian yang luas yaitu ajaran dan aqidah Islam maka kebanyakan pedagang
tersebut mengerti hanya sebatas seruan.
II.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka masalah yang
penulis uangkapkan meliputi :
1.
Bagaimana
pemahaman para pedagang pasar tentang
riba.
III.
Tujuan Penulisan
Dalam
pembuatan makalah ini penulis memiliki tujuan untuk mengetahui jiwa
keberagamaan pedagang pasar dalam pengetahuan mengenai riba.
BAB II
LANDASAN TEORI
I.
Pengertian
Islam adalah agama yang sempurna, datang dengan mengatur
hubungan antara Sang Khaliq (Allah SWT) dan makhluk, dalam ibadah untuk membersihkan
jiwa dan mensucikan hati. Dan (Islam) datang dengan mengatur hubungan di antara
sesama makhluk, sebagian mereka bersama sebagian yang lain, seperti jual beli,
nikah, warisan, had dan yang lainnya agar manusia hidup bersaudara di dalam
rasa damai, adil dan kasih sayang.[2]
Secara etimologi, jual beli berarti menukar harta.
Sedangkan secara terminogi jual beli memiliki arti penukaran selain dengan
fasilitas dan kenikmatan. Selain itu jual beli (Bai’) disebut juga dengan kata
Asy Sira’, Al Mubadalah, dan At Tijarah. Ada pun pengertian jual beli secara
terminologi yang didefenisikan oleh beberapa ulama :
Menurut
ulama Hanafiyah, jual beli adalah pertukaran harta atau benda dengan harta
berdsarkan cara khusus yang diperbolehkan.
Menurui
Imam Nawawi, jual beli adalah pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan.
Menrut
Ibnu Qudamah, jual beli adalah
pertukaran harta dengan harta, untuk saling menjadikan milik.[3]
II.
Definisi Riba
Kata Ar-Riba adalah isim maqshur,
berasal dari rabaa yarbuu, yaitu akhir kata ini ditulis dengan alif. Asal arti
kata riba adalah ziyadah ‘tambahan’; adakalanya tambahan itu berasal dari
dirinya sendiri, seperti firman Allah swt:
ôN¨tI÷d$# ôMt/uur
( “maka hiduplah bumi itu dan
suburlah.” (QS Al-Hajj:5).
Dan,
adakalanya lagi tambahan itu berasal dari luar berupa imbalan, seperti satu
dirham ditukar dengan dua dirham.
Berdagang atau jual beli secara syariat telah di
tetapkan dalam fiqih muamalah, salah satu yang menjadi larangan Allah SWT dalam
syariatNya yang sempurna adalah dihalalkan jual beli dan diharamkan riba. Dalam
kitab fiqh muamalah disebutkan Hukum dasar harta ada tiga: adil, utama, dan
zalim.
Maka adil adalah jual beli, utama adalah sedekah,
dan zalim adalah riba dan semisalnya. Riba adalah tambahan dalam penjualan dua
barang yang berlaku riba pada keduanya.
“Riba menurut bahasa: kelebihan,
menurut syara’: sesuatu transaksi yang jelas-jelas didalamnya terjadi kelebihan
(tambahan) dalam bentuk tertentu, menafikan terhadap pokok-pokok tasyri’
Islami (kaidah pembentukan hukum
Islam).[4]
Al Arabi Al Maliki, dalam
kitabnya Ahkam Al Qur’an, menjelaskan: Pengertian riba secara bahasa adalah
tambahan, namun yang dimaksud riba dalam ayat Qur’ani yaitu setiap penambahan
yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan
syariah.”[5]
Yang dimaksud dengan transaksi pengganti atau
penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya
penambahan tersebut secara adil. Seperti transaksi jual-beli, gadai, sewa, atau
bagi hasil proyek. Dalam transaksi sewa, si penyewa membayar upah sewa karena
adanya manfaat sewa yang dinikmati, termasuk menurunnya nilai ekonomis suatu
barang karena penggunaan si penyewa. Mobil misalnya, sesudah dipakai nilai
ekonomisnya pasti menurun, jika dibandingkan sebelumnya. Dalam hal jual-beli si
pembeli membayar harga atas imbalan barang yang diterimanya. Demikian juga
dalam proyek bagi hasil, para peserta pengkongsian berhak mendapat keuntungan
karena di samping menyertakan modal juga turut serta menanggung kemungkinan
risiko kerugian yang bisa saja muncul setiap saat.
Dalam
transaksi simpan-pinjam dana, secara konvensional si pemberi pinjaman mengambil
tambahan dalam bentuk bunga tanpa adanya suatu penyeimbang yang diterima si
peminjam kecuali ke-sempatan dan faktor waktu yang berjalan selama proses
peminjaman tersebut. Yang tidak adil di sini adalah si peminjam diwajibkan
untuk selalu, tidak boleh tidak, harus, mutlak, dan pasti untung dalam setiap
penggunaan kesempatan tersebut.[6]
III.
Jenis-jenis Riba
Riba ada dua
macam yaitu riba nasiah dan
riba fadhl.
a. Riba nasiah
ialah tambahan yang sudah ditentukan di awal transaksi, yang diambil oleh si
pemberi pinjaman dari orang yang menerima pinjaman sebagai imbalan dari
pelunasan bertempo. Riba model ini diharamkan oleh Kitabullah, sunnah
Rasul-Nya, dan ijma’ umat Islam.
b. Riba fadhl
adalah tukar menukar barang yang sejenis dengan ada tambahan, misalnya tukar
menukar uang dengan uang, menu makanan dengan makanan yang disertai dengan
adanya tambahan. Riba model kedua ini diharamkan juga oleh sunnah Nabi saw dan
ijma’ kaum Muslimin, karena ia merupakan pintu menuju riba nasiah.[7]
IV.
Hukum Riba
Melakukan
transaksi penjualan dengan menggunakan riba adalah merupakan suatu hal atau
cara yang di haramkan dalam syari’at islam, dasarnya yaitu:
1.
Riba
termasuk dosa besar, dan diharamkan dalam semua agama samawi, karena mengandung
bahaya besar. Ia menyebabkan permusuhan di antara menusia dan membawa kepada
membesarnya harta atas hitungan penarikan harta orang fakir. Padanya merupakan
kezaliman bagi yang membutuhkan, penguasaan orang kaya terhadap orang fakir,
menutup pintu sedekah dan perbuatan baik, dan membunuh syi'ar kasih sayang pada
manusia.
2.
Riba
adalah memakan harta manusia dengan cara yang batil, menghilangkan segala
usaha, perdagangan dan perindustrian yang dibutuhkan manusia. Orang yang
melakukan riba menambah hartanya tanpa bersusah payah, maka ia meninggalkan
perdagangan yang dibutuhkan manusia. Tidak ada seseorang yang banyak melakukan
riba melainkan pada akhirnya adalah sedikit.
Riba termasuk dosa
besar, dan Allah SWT telah mengumumkan peperangan kepada pemakan riba dan yang
mewakilkannya di antara semua dosa yang lain.[8]
úïÏ%©!$#
tbqè=à2ù't
(#4qt/Ìh9$#
w tbqãBqà)t
wÎ)
$yJx.
ãPqà)t
Ï%©!$#
çmäܬ6ytFt
ß`»sÜø¤±9$#
z`ÏB
Äb§yJø9$#
4 y7Ï9ºs
öNßg¯Rr'Î/
(#þqä9$s%
$yJ¯RÎ)
ßìøt7ø9$#
ã@÷WÏB
(#4qt/Ìh9$#
3 ¨@ymr&ur
ª!$#
yìøt7ø9$#
tP§ymur
(#4qt/Ìh9$#
4 `yJsù
¼çnuä!%y`
×psàÏãöqtB
`ÏiB
¾ÏmÎn/§
4ygtFR$$sù
¼ã&s#sù
$tB
y#n=y
ÿ¼çnãøBr&ur
n<Î)
«!$#
( ïÆtBur
y$tã
y7Í´¯»s9'ré'sù
Ü=»ysô¹r&
Í$¨Z9$#
( öNèd
$pkÏù
crà$Î#»yz
ÇËÐÎÈ
275. orang-orang yang Makan (mengambil) riba[174] tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila[175]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus
berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu[176]
(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang
kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya.[9]
V.
Adab-adab Berdagang
Islam
menggariskan beberapa adab untuk diamalkan ketika berniaga.Adab ini bertujuan
untuk menghindari kesalahpahaman dan penipuan dalam berdagang. Diantara
adab-adab tersebut anatar lain:
a. Amanah,
artinya penjual dan pembeli sama-sama bersikap jujur. Mislakan penjual tidak
boleh mencampur buah-buahan yang lama dangan yang baru dan menjualnya dengan
harga yang sama. Demikian juga pembeli harus bersikap jujur jika ada kelebihan
pengembalian uang.
b. Ihsan. Ynag
dimaksud ihsan adalah menjalankan perdagangan dengan memepertimbangkan aspek
kemaslahatan dan keberkahan dari Allah SWT, selain mendapat keuntungan.
c. Bekerjasama.
Penjual dan pembeli hendaklah bermusyawarah sekiranya timbul masalah yang tidak
diinginkan.
d. Tekun.
Perdagangan hendaklah dilakukan dengan tekun dan bersunguh-sungguh agar
berkembang maju.
e. Menjauhi
perkara yang haram. Penjual hendaklah menjauhi perkara yang haram selama
menjalankan pernigaan. Contohnya menipu dalam timbangan, menjalankan muamalat
riba, dan menjual barang yang diharamkan.
f. Melindungi
penjual dan pembeli.Penjual dan pembeli hendaklah saling melindungi hak
masing-masing. Contohnya penjual memberikan peluang yang secukupnya kepada
pembeli untuk melihat pilihan ketika hendak membeli sesuatu barang.
BAB III
DATA DAN PEMBAHASAN
Berikut ini adalah data hasil wawancara
penulis dengan pedagang pasar di pasar Bandarjo, dan ternyata pemahaman para
pedagang terhadap riba masihlah kecil.
Yang pertama yaitu Wawancara dengan ibu Masadah,
pedagang krupuk. 5 Des 2012.
Menurut
saya riba adalah suatu hal yang diharamkan agama, kemudian sistem perdagangan
yang saya terapkan adalah saya sangat berhati-hati untuk urusan yang satu ini,
setahu saya model riba yang sering saya temui di pasar adalah mengurangi
timbangan yang seharusnya 1 kg bersih tapi menjadi 1 kg kotor ( kurang dari 1
kg ) nah, untuk hal itu tatkala saya melakukan transaksi penjualan saya angetin
( 1 kg lebih sedikit ) supaya tidak
terjadi hal riba itu, menurut saya mencari keuntungan memang sangat
penting akan tetapi yang lebih penting adalah keberkahan dari hasilnya itu.
Wawancara dengan Bapak Sasmito,pedagang sayur. 08
Des 2012
Menurut
saya, riba adalah sesuatu yang diharamkan oleh Allah. Sistem yang saya terapkan
yaitu modal jujur, amanah dan memberikan pelayanan yang terbaik dan terutama
murah senyum. Tujuan saya berdagang itu merupakan suatu sarana untuk menjemput
rizki dari Allah SWT. InsyaAllah sistem perdagangan saya tidak tercampuri riba.
Saya menimbang sayur itu pas sesuai dengan beratnya. Rata-rata para pedagang
lain itu menyelibkan sesuatu benda seperti halnya paku potongan besi dan batu,
dikarenakan ketika mereka kulakan timbangan dari sananya juga kurang dan juga
barang itu tidak seratus persen baik alias ada yang busuk/rusak maka untuk
mensiasati itu mereka mengurangi timbangan untuk menutupi kekurangan dari
jumlah kilogram kulakan.
Padahal
setiap enam bulan sekali ada pengecekan timbangan dari dinas kepemerintahan,
akan tetapi para pedagang sebelumnya sudah ada yang memberitahu dari oknum
tertentu, kemudian mereka membaik-baikan timbangannya akan tetapi praktek itu
terjadi lagi setelah selesai pengecekan.
Wawancara dengan Ibu juminem, pedagang buah. 10 Des
2012
Riba
adalah uang haram. Sistem penjualan saya yaitu dengan kulakan lalu saya jual
dengan mengambil keuntungan yang sewajarnya, kemudian mengenai timbangan tidak ada
unsur curang, ya alasannya saya jualan di depan banyak petugas yang keluar
masuk jadi takut sama polisi yang jaga, nanti kalo di tangkap.
Wawancara dengan Bp Asyifudin, pedagang beras (
warung klontong ). 10 Des 2012.
Riba
adalah ya seperti bunga bank. Atau berbohong, misalnya kulakan barang seharga
tiga ribu tapi dia bilang kulakan lima ribu supaya barangnya laku dengan harga
tinggi. Kemudian sistem perdagangan saya yaitu dengan kulakan laku kita jual
dengan mengambil keuntungan yang sesuai dengan harga pasaran. insyaAllah saya
berdagang seperti yang diajarkan Rosulullah SAW.
Wawancara dengan Ibu Sukri, pedagang daging. 10 Des
2012.
Wah
Riba saya tidak tahu mas.
Dari
hasil analisa dan wawancara di pasar Bandarjo penulis menyimpulkan bahwa pemahaman
para pedagang pasar mengenai riba itu sangatlah minim atau bisa dikatakan
mereka tidak tahu tentang apa itu riba sesungguhnya, tetapi ada pedagang yang
sangat berhati-hati dalam berdagang yaitu dengan tidak berlaku curang terhadap
konsumen, tetapi berdasarkan pengakuan salah seorang pedagang ada yang melakukan
praktek Riba dikarenakan tidak tahu ada juga yang dikarenakan tahu tapi tidak
patuh alias menyengaja untuk kepentingan diri sendiri.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari hasil data diatas penulis mengambil kesimpulan
bahwa pengetahuan para pedagang pasar mengenai riba yaitu masih sangat kecil,
kebanyakan yang mereka ketahui tentang riba yaitu uang yang haram, melakukan
pembohongan dengan mengatakan terhadap pembeli bahwa barang ini harganya sekian
ribu, kemudian melakukan kecurangan yaitu mencampurkan barang yang kualitas
jelek di campur dengan barang yang berkualitas bagus. Padahal yang di maksud
riba adalah tukar menukar barang yang tidak sesuai, misal uang sepuluh ribu di
tukar dengan beras bagus satu kilo, akan tetapi karena kecurangan beras
kualitas bagus dioplos dengan yang tidak berkualitas, sehingga pembeli tidak
mendapatkan hak mendapatkan beras kualitas bagus sepenuhnya maka keuntungan
dari mengoplos beras dan membohongi pembeli adalah termasuk riba.
Kemudian rata-rata untuk timbangan para pedagang
sangatlah bagus, dikarenakan takut sama petugas.
Dari hasil uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa
jiwa keberagamaan para pedagang pasar masih ada yang sangat minim dan ada juga
yang sudah bagus. Ada yang berpedoman berdagang untuk mencari nafkah dan ibadah
kepada Allah SWT, ada juga yang berpedoman berdagang untuk mencari makan.
B.
Saran
Bersamaan
dengan makalah ini penulis menyarankan kepada diri pribadi penulis sendiri dan kepada pembaca sehubungan
dengan hal tersebut marilah kita saling memberikan nasehat kepada keluarga kita
dan teman-teman kita terkait dengan pengertian riba.
DAFTAR
PUSTAKA
Syaikh Muhammad bin
Ibrahim At-Tuwaijri, 2009. kitab fiqih
muamalah. Terj. Team Indonesia islamhouse.com.
Musthofa Diib Al
Bagho.1978.terjemah kitab At Tadzhiib fii
adillati matni al Ghoyatuh wat Taqriib.Malang.
Zakiah Darajad,1970.Ilmu Jiwa Agama. Jakarta. Bulan Bintang.
Al Qur’an.Surat Al-
Baqoroh : 175
LAMPIRAN
PASAR BANDARJO
WAWANCARA PEDAGAN BUAH
WAWANCARA DENGAN PEDAGANG BERAS
WAWANCARA DENGAN PEDAGANG DAGING
[1] . Zakiah Darajad,1970.Ilmu Jiwa Agama. Jakarta. Bulan Bintang.
Hlm 15
[2] . Syaikh Muhammad bin Ibrahim
At-Tuwaijri, 2009.kitab fiqih muamalah. Terj. Team Indonesia islamhouse.com.
hlm 4
[3] .
http://slamet10018075.blogspot.com/2011/10/makalah-jual-beli-dalam-islam.html
[4] . Musthofa Diib Al
Bagho.1978.terjemah kitab At Tadzhiib fii
adillati matni al Ghoyatuh wat Taqriib.Malang.hlm 74
[5] .
http://stiebanten.blogspot.com/2011/10/pengertian-riba.html
[6] .
http://stiebanten.blogspot.com/2011/10/pengertian-riba.html
[7] .
http://www.bloggerlombok.com/2011/03/makalah-riba.html
[8]
. Syaikh Muhammad bin
Ibrahim At-Tuwaijri, 2009.kitab fiqih muamalah. Terj. Team Indonesia
islamhouse.com.hlm 27
[9] . Q.S Al- Baqoroh : 175